Story From Badui
Ini adalah cerita perjalan ke Badui gue....tapi udah lama banget….. kira2 tahun 2001/2002 an yll kali ya……, kebetulan kemarin waktu liat2 file lama ada tulisan gue ini…..
The Story Begin……….
Mmmmm….suasana
Teman ku bilang….kenapa gak ke badui aja???? belum pernah kesana
Oke…kenapa nggak???? Aku menyanggupinya.
Sudah lama sih….. aku mendengar tentang suku yang unik ini melalui buletin2 kepecintaalaman… melalui cerita perjalan teman2…. tentang budayanya, tentang orang2nya, dan tentang rules yang berlaku disana.
Sekarang akan aku buktikan cerita itu dan akan aku dokumentasikan apa yang aku dapat untukku dan mungkin untuk orang lain.
Aku memulai perjalanan bersama dua orang temanku, Evay dan Cholil dari St Tanah Abang ( by Train ) menuju Rangkas Bitung dengan jarak tempuh satu setengah jam perjalanan, lalu melanjutkan dua setengah jam perjalanan ke Desa Parigi dengan mengendarai mobil elp yang penuh sesak ( Puihhh…panas…) dan medan yang off road.
Setelah sampai desa Parigi, makan siang……di rumah salah satu penduduk yang evay kenal dengan menu nasi merah + ikan Asin + Sambel terasi , seingat aku sih…… ini menu makanan yang terenak dari menu makanan yang pernah aku makan sebelumya…… nikmat….suasana pedesaan….rumah yang nyaman, bersih, yang hanya beralaskan bale dan tikar saja.
Setelah dari desa Parigi aku melanjutkan perjalanan menuju desa Cikesik, yang merupakan wilayah Badui Dalam terdekat yang bisa kita lalui dengan berjalan kaki, wah…. Akhirnya aku mencapai Badui…..” kataku dalam hati “.
Cuaca sangat panas saat kami menuju Desa Cikesik, maklum sedang musim kemarau saat ini, terlihat ladang2 yang tadinya hijau, sekarang menggundul karena tanah tidak dapat ditanami akibat musim kemarau yang berkepanjangan.
Selama perjalan menuju Desa Cikesik, kami banyak menemui orang2 Badui dengan ciri2 fisik yang sangat khas, seperti berpakaian hitam, memakai sarung pendek berwarna hitam garis putih dan bertutup kepala putih dan tentu saja bertelanjang kaki.
Punten……..”sapa ku..”. Kang Narpah aya di imah ( rumah )???? Atawa di huma ( rumah lading ) nya??? ‘Tanya ku”.
Dia menjawab Kang Narpah ada diladangnya, lalu kami bergegas keladangnya.
Wah….. humanya berbentuk rumah panggung!!!!! Terbuat dari bilik2 bambu, dialasi tikar pandan, dinaungi rumbai daun kelapa, dihangati oleh tungku2 api untuk memasak, diramaikan oleh suara2 ayam yang berkandang dibawah rumah, dikelilingi oleh ladang, dialiri oleh sungai yang jernih, dihuni oleh orang2 yang lugu yang tidak terjamah oleh teknologi.
Serasa dirumah sahabat baik berada di huma kang Narpah.
Sifat kekeluargaan yang begitu kental walaupun komunikasi kurang lancar akibat perbedaan bahasa, tapi tidak menghalangi kami untuk bertukar berita, bertukar cerita, dan bertukar pengalaman. Orang yang yang begitu baik, begitu ramah, begitu terbuka menerima kami orang asing di humanya, berbagi makanan, walaupun hanya berupa ikan asin, berbagi minum dengan bergelas bambu, berbagi tempat istirahat sebelum meneruskan perjalanan menuju desa kertawarna dan desa Cibeo yang merupakan desa Badui Dalam selanjutnya.
Lain di Cikesik, lain juga di Cibeo. Di Cekesik orang-orang sangat sepi hampir tak pernah ada dirumah karena banyak yang pergi ke ladang, dan banyak yang tinggal diladang, sedangkan di Cibeo orang2 relatif lebih banyak dan penyambutan mereka yang ramah membuat kami merasa dikampung halaman sendiri.
Ada Sesuatu yang memaksaku untuk tingal lebih lama disini, sesuatu yang gaib kalau ku pikir, padahal apa yang menarik disini ???, perjalanan dari desa ke desa yang begitu melelahkan, naik turun bukit gersang, makanan hanya berupa ikan asin, garam dan cabe, itu juga masakan yang paling istimewa disini. Orang2 yang masih harus aku pelajari adat istiadatnya, bahasanya, rumah panggung yang tidak ada ventilasinya, namun terasa sejuk waktu memasukinya, jarak yang rapat dari rumah kerumah, satu rumah yang bisa memuat dua atau tiga kepala keluarga, tak ada hiburan…. Ah….mungkin kedamaian yang memaksa ku untuk tetap disini, waktu aku mendengar suara kecapi yang di mainkan oleh Kang Narpah sebagai musik penghantar tidurku, Yap!!! Suasana seperti itu yang mendamaikan hatiku, waktu anak2 badui ronda siang sambil memainkan angklung yang terdengar sampai siseluruh kampung, ah…..begitu memaksaku untuk tingggal lebih lama disini untuk mencari kedamaian dari hiruk pikuk
That’s a little story ya……
So come on guys….lestarikan alam dan budaya kita
For Angkatan 8 Sakuntala
Miss u all
No comments:
Post a Comment