May 9, 2008

Menghargai Perbedaan

Menghargai Perbedaan


Pada suatu waktu, ada seorang mahaguru yang ingin mengambil break dari
kehidupannya sehari-hari sebagai akademisi. Akhirnya dia memutuskan untuk
pergi ke sebuah pantai dan meminta seorang nelayan untuk membawanya pergi
melaut sampai ke horizon.


Seperempat perjalanan, mahaguru tersebut bertanya, "Wahai nelayan, apakah
Anda mengenal ilmu geografi?" Sang nelayan menjawab, "ilmu geografi yang
saya ketahui adalah kalau di laut sudah mulai sering ombak pasang, maka
musim hujan segera akan tiba." "Nelayan bodoh!" kata mahaguru tersebut.
"Tahukah kamu bahwa dengan tidak menguasai ilmu geografi kamu sudah
kehilangan seperempat kehidupanmu."

Seperempat perjalanan berikutnya, mahaguru tersebut bertanya pada nelayan
apakah dia mempelajari ilmu biologi dan sains? Sang nelayan menjawab
bahwa ilmu biologi yang dia kenal hanyalah mengetahui jenis ikan apa saja
yang dapat dimakan. "Nelayan bodoh, dengan tidak menguasai sains kamu sudah

kehilangan seperempat kehidupanmu." Kemudian mahaguru tersebut bercerita
tentang Tuhan yang menciptakan umat manusia dengan struktur tubuh, kapasitas
otak yang sama, dan lain-lain.

Selanjutnya mahaguru tersebut bertanya apakah nelayan tersebut mempelajari
matematika? Sang nelayan menjawab bahwa matematika yang dia ketahui hanyalah
bagaimana cara menimbang hasil tangkapannya, menghitung biaya yang sudah
dikeluarkannya, dan menjual hasil tangkapannya agar dapat menghasilkan
keuntungan secukupnya. Lagi-lagi mahaguru tersebut mengatakan betapa
bodohnya sang nelayan dan dia sudah kehilangan lagi seperempat kehidupannya.

Kemudian, di perjalanan setelah jauh dari pantai dan mendekati horizon,
mahaguru tersebut bertanya, "apa artinya awan hitam yang menggantung di
langit?" "Topan badai akan segera datang, dan akan membuat lautan menjadi
sangat berbahaya." Jawab sang nelayan. "Apakah bapak bisa berenang?" Tanya
sang nelayan.



Ternyata sang mahaguru tersebut tidak bisa berenang. Sang nelayan kemudian
berkata, "Saya boleh saja kehilangan tiga-perempat kehidupan saya dengan
tidak mempelajari tiga subyek yang tadi diutarakan oleh mahaguru, tetapi
mahaguru akan kehilangan seluruh kehidupan yang dimiliki."

Kemudian nelayan tersebut meloncat dari perahu dan berenang ke pantai
sedangkan mahaguru tersebut tenggelam.

Demikian juga dalam kehidupan kita, baik dalam pekerjaan ataupun pergaulan
sehari-hari. Kadang-kadang kita meremehkan teman, anak buah ataupun sesama
rekan kerja. Kalimat "tahu apa kamu" atau "si anu tidak tahu apa-apa"
mungkin secara tidak sadar sering kita ungkapkan ketika sedang membahas
sebuah permasalahan. Padahal, ada kalanya orang lain lebih mengetahui dan
mempunyai kemampuan spesifik yang dapat mengatasi masalah yang timbul.

Seorang operator color mixing di pabrik tekstil atau cat mungkin lebih
mengetahui hal-hal yang bersifat teknis daripada atasannya. Intinya, orang
yang menggeluti bidangnya sehari-hari bisa dibilang memahami secara detail
apa yang dia kerjakan dibandingkan orang 'luar' yang hanya tahu 'kulitnya'
saja.

Mengenai kondisi dan kompetisi yang terjadi di pasar, pengetahuan seorang
marketing manager mungkin akan kalah dibandingkan dengan seorang salesperson
atau orang yang bergerak langsung di lapangan.

Atau sebaliknya, kita sering menganggap remeh orang baru. Kita menganggap
orang baru tersebut tidak mengetahui secara mendalam mengenai bisnis yang
kita geluti. Padahal, orang baru tersebut mungkin saja membawa ide-ide baru
yang dapat memberikan terobosan untuk kemajuan perusahaan.

Sayangnya, kadang kita dibutakan oleh ego, pengalaman, pangkat dan jabatan
kita sehingga mungkin akan menganggap remeh orang lain yang pengalaman,
posisi atau pendidikannya di bawah kita. Kita jarang bertanya pada bawahan
kita. Atau pun kalau bertanya, hanya sekedar basa-basi, pendapat dan
masukannya sering dianggap sebagai angin lalu.

Padahal, kita tidak bisa bergantung pada kemampuan diri kita sendiri, kita
membutuhkan orang lain.

Keberhasilan kita tergantung pada keberhasilan orang lain.

Begitu sebuah masalah muncul ke permukaan, kita tidak bisa
mengatasinya dengan hanya mengandalkan kemampuan yang kita miliki.

Kita harus menggabungkan kemampuan kita dengan orang lain.

Sehingga bila perahu kita tenggelam, kita masih akan ditolong oleh orang

lain yang kita hargai kemampuannya.



Tidak seperti mahaguru yang akhirnya ditinggalkan di perahu yang sedang

dilanda topan badai dan dibiarkan mati tenggelam karena tidak menghargai
kemampuan nelayan yang membawanya.



Yang jadi pertanyaan kita sekarang, apakah kita masih suka bertingkah laku

seperti sang mahaguru?



Bila ya, seberapa sering?

No comments: